Translate

Rabu, 12 Desember 2012

SALYA PARWA



RINGKASAN SALYA PARWA



Sesudah Karna gugur dalam perang Duryodhana dirundung kesedihan, Bhagavan Krpta memberi saran agar perang dihentikan untuk menghindari kehancuran lebih lanjut. Tapi duryodhana mengatakan itu semua sudah terlambat dan ingin melanjutkan pertemburan. Kemudian ia mengusulkan Salya menjadi seorang senopati, Salya menasehati Duryodhana agar berhenti berperang  dan ia menyanggupi akan menjadi penengah dan penghubung antara Kurawa dan Pandawa. Aswatama yang memang dari awal tak suka dengan Salya sangat marah dan menghina Salya hingga terjadi perkelahian dikeduanya. Dan delerai oleh Duryodhana, karena merasa berhutang budi kepada Duryodhana Salyapun bersedia menjadi senopati.
            Keesokan harinya yaitu pada perang yang ke delapan belas, Prabu Salya berhadapan dengan Arjuna dan Bima berhadapan dengan adik-adik Duryhodana yang hanya tinggal lima orang. Sebelum tengah hari Bima telah berhasil membunuh kelimanya. Bima sangat merasa puas karena dendamnya terhadap Korawa hampir dapat terlampiaskan hanya tinggal Duryodhana saja yang belum. Tetapi sebelum mencari Duryodhana ada seorang lagi yang diincarnya yaitu Sakuni. Saat dilihatnya Sakuni sedang berhadapan dengan Sahadewa. Dengan Teriakan yang nyaring Ia menyuruh Sahadewa untuk Mundur.
            Melihat Bima datang, sakuni mulai takut. Ia berusaha melarikan diri, tetapi Bima berhasil mengejarnyadan menjambak rambutnya serta membantingnya. Sakuni berusaha bangun, entah untuk melawan atau larti lagi. Bima lalu mengeluarkan unek-uneknya, “Hai Sakuni, peperangan ini terjadi akibat mulutmu yang busuk. Aku telah bersumpah untuk merobek mulutmu yang busuk.”
            Sakuni merasa bahwa tidak ada gunanya lagi Ia melarikan diri. Ia-pun langsung menyerang Bima. Namun dalam beberapa gerakan saja Ia telah jatuh tertunduk, serangannya mampu ditahan Bima. Bima kembali mencacinya, “Terlalu enak bagimu jika kau kubunuh dengan sekali pukul. Karena kaulah yang menjadi sumber segala bencana ini. Dengan akal busukmukau selalu berusaha mmelenyapkan Pandawa. Sekarang rasakan penderitaanmu.” Bima kembali menjambak rambut Sakuni sambil memakinya sepuas hati. Setelah itu tangannya dipatahkan, matanya dibutakan, dan akhirnya mulutnya dirobek sampai Ia menjerit melepas nyawa.
            Sementara itu, pertempuran antara Salya dengan Arjuna berlangsung sengit. Lama kelamaan Salya makin terdesak, Salyapun langsung mengeluarkan Aji Candra Bhairawa. Tubuh Salya mengeluarkan raksasa yang langsung menyerang Arjuna. Raksasa itu langsung dipanah oleh Arjuna tepat mengenai perutnya. Raksasa itu tidak mati, bahkan Raksasa itu mengeluarkan darah dan darahnya berubah menjadi Raksasa lagi. Sehingga Arjuna diserang oleh dua Raksasa. Arjuna hendak memanahnya lagi namun dilarang oleh Krisna dan Ia meminta Arjuna untuk mundur.
            Bima yang melihat adiknya didesak oleh dua Raksasa mulai menghadang raksasa tersebut. Dengan Gadanya ia memukuli Raksasa-raksasa tadi. Tetapi Raksasa yang dipukul tadi menjadi banyak Raksasa karena tiap darah yang keluar berubah menjadi raksasa baru. Dengan demikian Bima direbut oleh banyak raksasa. Dan raksasa itu pula menyerang seluruh prajurit Pandawa.
            Pada saat itu, hari telah menjelang tengah hari, Krisnha lalu mendekati Yudhistira dan menyuruh Yudhistirauntuk melawan Salya. Yudhistirapun maju dengan senjata Kalimasada. Tepat tengah hari Kalimasada dilemparkan dan tepat mengenai kepala Salya. Dan akhirnya Salya gugur, dengan itu raksasa-raksasa Candra Bairawapun lenyap dengan seketika. Gugurnya Salya dan lenyapnya para raksasa disambut dengan gembira oleh pasukan Pandawa, sebaliknya prajurit Korawa menjadi putus asa. Mereka kehilangan semangat untuk bertempur, mengingat para pemimpin mereka sudah gugur. Mereka berlari menyelamatkan diri. Sedangkan Duryodhana melarikan diri setelah mengetahui gugurnya Salya dan kehancuran prajurutnya serta tak seorangpun yang bisa diandalkannya lagi. Duryodhana bersembunyi di sebuah telaga. Sementara itu para Pandawa mencari Duryodhana di medan perang, namun tidak ditemukan.
            Setelah mengetahui Prabu Salya gugur, salah seorang prajuritnya meninggalkan medan pertempuran dan melapor pada Dewi Setyawati. Mendapatkan laporan tentang suaminya yang gugur Ia kemudian pingsan. Setelah siuman Ia kemudian berpesan kepada dayang-dayangnya bahwa Ia akan mencari jenazah suaminya tersebut serta akan melakukan satya. Sugandika yang menjadi dayangnya ikut dengan Setyawati, setelah membersihkan diri dan berpakain serba putih mereka berjalan menuju bekas arena pertempuran. Disana Ia menemukan banyak jenazah dan belum menemukan jenazah suaminya, hingga Ia hampir putus asa, akhirnya ada petunjuk dari lagit tentang keberadaan jenazah Salya. Akhirnya Setyawati dan Sugandika melakukan satya.
            Atas petunjuk Krisna, Pandawa menemukan keberadaan Duryodhana bersembunyi. Duryodhana pada saat itu sedang berendam disebuah telaga. Bima lalu berkata “Hai Duryodhana, ternyata kamu sudah tidak ksatriya lagi. Kamu meninggalkan medan perang karena takut mati. Kamu melarikan diri dan bersembunyi disini. Kamu kira aku tak akan bisa menemukanmu. Kemanapun kamu bersembunyi akan tetap aku kejar. Sekarang tunjukkanlah sikap kesatryamu. Ayolah kita bertempur sebagai kesatrya.” Mendengar tantangan Bima seperti itu akhirnya Duryodhana berkata, “Hai Bima dan kamu Pandawa semua, aku berendam disini bukan karena takut, tapi badanku terasa panas. Sekarang majulah kalian berlima serta seluruh prajuritmu rebutlah aku. Aku tidak takut menghadapi kalian semua seorang diri.” Mendengar kata-kata Duryodhana yang demikian congkak, Krisnapun berkata, “Hai Duryodhana, Pandawa tetap menjunjung tinggi sifat-sifat kesatrya. Pandawa menjadi tidak kesatrya bila mengeroyokmu. Oleh karena itu kamu boleh memilih salah satu dari mereka untuk bertempur denganmu.” Mendengar penjelasan Krisna, Duryodhana menjawab, “ Kalau begitu baiklah, aku akan memilih salah satu. Aku tidak memilih Nakula atau Sahadewa karena bagiku mereka masih terlalu kanak-kanak. Aku juga tidak memilih Arjuna karena Ia bersifat banci. Aku juga tidak mau bertempur dengan Yudhistira yang seperti pendeta. Satu-satunya yang cocok berhadapan denganku adalah Bima. Disamping antara aku dan Bima cukup seimbang, kebetulan sekali kami sama-sama bersenjatakan gada.
            Setelah dialog tersebut disiapkan arena untuk perang tanding antara Bima dan Duryodhana. Sebelum perang dimulai, kebetulan Baladewa datang ke tempat itu. Semua yang ada disana memberi hormat atas kedatangannya. Duryodhana sangat senang atas kedatangan Baladewa begitu juga dengan Bima. Baladewa merupakan guru mereka dalam penggunaan senjata gada, kemudian mereka meminta restu untuk memulai pertempuran. Dan juga Baladewa diminta untuk menjadi saksi.
            Perang antara Duryodhana dan Bima sangat seru. Setelah beberapa lama Krisna berteriak-teriak memberi semangat. Bima yang sedang bertempur tertarik mendengar teriakan Krisna lalu menoleh ke arah Krisna. Saat Bima menoleh Krisna menepuk pahanya dan mematahkan sepotong ranting. Melihat hal itu Bima lalu teringat akan sumpahnya bahwa Ia akan mematahkan paha Duryodhana. Oleh karena itu Ia mengusahaakan untuk hal itu, seketika Duryodhana melompat Ia memukil pahanya. Seketika itu Duryodhana roboh ke tanah dengan paha yang remuk. Bima lalu menginjak-injak kepalanya dan memakinya, “Hai Duryodhana, rasakan sekarang hasil perbuatanmu. Inilah balasanku atas  segala kejahatanmu terhadap Pandawa.”
            Baladewa yang meihat hai itu jadi sangat marah. Ia lalu menegur Bima, “hai Bima mengapa kamu menyalahi aturan perang gada. Bukankah kamu tahu, dalam perang gada tidak boleh memukul dibawah perut. Kenapa kamu memukul paha, disamping itru perbuatanmu mencaci musuh dan menginjak kepala musuh yang tek berdaya sudah bukan merupakan sifat kesatrya. Atas dosamu aku akan menghukummu, bersiaplah menerima pukulan gadaku.”
            Krisna segera berlari menghalangi maksud Baladewa dengan memberikan penjelasan. “Kanda Baladewa, jangan dulu marah. Bima sengaja memukul paha Duryodhana karena ada alasannya. Pertama, Duryodhana telah banyak sekali berbuat dosa dan menyebabkan pihak Pandawa menderita. Kedua, karena Bima telah bersumpah akan mematahkan paha Duryodhana atas perlakuannya yang tidak senonoh terhadap Drupadi. Ketiga, Duryodhana telah terkena kutuk dari Maharsi Metrya, agar pahanya dipatahkan oleh nusuh karena penghinaannya terhadap Rsi tersebut. Atas tiga hal tersebut harap Kanda menjadi Maklum.” Setelah mendengar penjelasan tersebut, Baladewapun menjadi maklum dan meninggalkan tempat tersebut.
            Setelah Baladewa pergi, Krisnapun mengajak para pendawa untuk meninggalkan tempat tersebut. Tetapi sebelum mereka pergi jauh Duryodhana yang tak berdaya masih bisa mengomeli Krisna yang telah memberi syarat pada Bima untuk menghantap pahanya, Ia juga menuduh Krisna telah menyebabkan kematian Bhisma dengan menyuruh Srikandi menghadapi Bhisma. Begitu pula kematiasn Drona, dengan menyuruh Yudhistira untuk berbohong. Jiga kematian Karna yang menyuruh Arjuna memanah Karna yang sedang memperbaiki kereta. Juga kematian Raja Sindu dengan membuat Kurusetra menjadi gelap
            Terhadap omelan Duryodhana tersebut Krisna menjawab bahwa itu adalah akibat dari dosa-dosa Duryodhana sendiri, seperti meracuni Bima, membakar Pandawa dirumah Gala-gala, permainan judi yang curang serta mempermalukan Drupadi. Setelah memberi penjelasan tersebut Krisna dan Pandawa beranjak dari tempat itu, para prajurit langsung disuruh ke kemah sementara para Pandawa diajak bertirtayatra untuk penyucian diri lahir batin. Yaitu di telaga Pancaka Tirta, letaknya di tengah hutan dekat dengan medan Kuru Setra. Telaga ini dibuat oleh Bhagawan Parasu Rama pada zaman dahulu.
Di Hastinapura, Dhrstaarastha menanyakan bagaimana kematian Duryodhana yang pahanya remuk dipukul dan apa kata terakhir yang muncul dari mulutnya. Sanjaya menceritakan rintihan-rintihan Duryodhana kepada Dhrstarastha, juga pesannya kepada krpa, Krtavarma dan Asvatama serta menginformasikan perintahnya kepada Carvaka tentang saat terakhir yang sangat menyakitkan. Utusan Duryodhana tiba di perkemahan Asvatama dan menyampaikan pesan dari Duryodhana. Krpa, Krttavarma dan Aswathama tiba di medan pertempuran dan melihat pertempuran sudah selesai. Asvathama sangat sedih hatinya melihat runtuhnya kerajaan besar dibawah pimpinan Duryodhana dan akan memenuhi janji yang diminta Duryodhana. Sumpah Asvatama dan permintaan Duryodhana untuk menjadikan Krpa sebagai panglima perang, selanjutnya perpisahan perpisahan ketiga pahlawan itu dan berakhir dengan kematian Duryodhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar